29 Maret, 2017

Call Number : COE 299 Soe O

No. Inventaris : 2264-PD/B.13

Pengarang : Soehadha

Judul : Orang Jawa memaknai Agama

Penerbit : Yogyakarta : Kreasi Wacana , 2008


Dengan mengambil kasus pengalaman mistis para penganut salah satu aliran kejawen terbesar di Indonesia, Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), buku ini bermaksud memberikan pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana orang Jawa menafsirkan agama, dan bagaimana tafsiran itu terekspresikan dalam tingkah laku social keagamaan mereka. Pangestu didirikan di Solo pada tahun 1949 berdasarkan wahyu yang diterima oleh Soenarto Mertowardojo (Pak de Narto). Berdasarkan Kitab Sasangka Jati yang menjadi sumber doktrinnya, Pangestu bukanlah agama dan tidak akan mendirikan agama baru. Pakde Narto dan para pengikutnya juga menolak penempatan pangestu sebagai perkumpulan kebatinan sebagaimana terhimpun dalam Himpunan Penganut Kepercayaan (HPK), mereka lebih suka menyebut Pangestu sebagai “Fakultas Psikologi”, tempat menempa mental kejiwaan. Pangestu tidak hanya diikuti oleh mereka yang mengaku dirinya abangan, namun juga dari kalangan yang “Saleh”, dalam beragama (Islam atau Kristen). Sesuai dengan doktrin Pangestu dapat digambarkan sebagai orang-orang yang memiliki sikap dan pandangan yang toleran terhadap penganut agama lain. Mistisisme Pangestu menawarkan cara keagamaan yang lebih intens dan memberikan makna bagi kepuasaan “rasa” religious di kalangan umat agama. Hal ini berbeda dengan cara keberagamaan yang selama iniditawarkan oleh agama-agama formal yang dianggap cenderung menekankan pada syariat panembah (ritual) dan hanya mewnawarkan kepuasan yang bersifat rasionalistik semata. Mistisisme Pangestu juga menawari umat agama praktik-praktik keberangamaan yang damai dan toleran, sehingga tidak menimbulkan gejolak social, karena lebih berorentasi ke dalam diri pribadi manusia.

Kata Kunci : Orang Jawa, Makna Agama