28 Maret, 2019

Keraton Surakarta Hadiningrat atau yang lebih populer disebut sebagai

Keraton Solo, hingga saat ini masih menjadi salah satu destinasi wisata

andalan Kota Solo. Hasil warisan budaya dari kerajaan Mataram ini banyak

dikunjungi wisatawan sebagai tujuan wisata sejarah, mengingat keraton

ini pernah menjadi pusat kerajaan Mataram sejak dipindahkannya dari

Keraton Kartasura pada tahun 1744 lalu.
Selama sekitar sepuluh tahun,

Keraton Surakarta menjadi pusat kerajaan Mataram, hingga akhirnya

terjadi perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang membagi Kerajaan

Mataram menjadi dua yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan

Yogyakarta. Tak hanya itu, pada tanggal 17 Maret 1757 Keraton Kasunanan

Surakarta ini juga harus terbagi lagi menjadi Keraton Surakarta dan

Kadipaten Mangkunegaran melalui Perjanjian Kalicacing Salatiga. Bahkan

setelah Indonesia merdeka tahun 1945 Keraton Surakarta tidak lagi

menjadi pusat kekuasaan, tetapi sebagai pusat kebudayaan.
Sebagai

salah satu pusat dan sumber kebudayaan Jawa, hingga kini arsitektur

Keraton Surakarta masih dipertahankan seperti aslinya, dijadikan sebagai

contoh arsitektur istana Jawa tradisional terbaik sekaligus benda cagar

budaya. Kompleks bangunan keraton juga masih difungsikan sebagai tempat

tinggal raja/sunan beserta rumah tangganya yang masih menjalankan

tradisi kerajaan.
Keunikan dan keindahan arsitektur Keraton Surakarta

ini tak bisa dilepaskan dari peran arsiteknya, salah satunya adalah

Pangeran Mangkubumi yang kelak bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Beliau

juga yang menjadi arsitek utama Keraton Yogyakarta. Oleh karena itulah

pola dasar tata ruang kedua keraton tersebut secara umum hampir memiliki

kesamaan.
Sejak awal pembangunannya, Keraton Surakarta dibuat secara

bertahap dengan mempertahankan pola dasar tata ruang yang tetap sama

dengan rancangan awalnya. Pembangunan dan restorasi secara besar-besaran

pernah dilakukan oleh Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939) dengan

memasukan nuansa warna putih dan biru dengan gaya arsitektur Jawa-Eropa.
Keraton

Surakarta Hadiningrat memang bisa dibilang unik, dari setiap tempat dan

bangunan yang ada bisa dipastikan memiliki nama dan fungsinya

masing-masing. Penamaan atas tempat dan bangunan di keraton ini tentu

memiliki makna filosofis yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk

belajar mengenal kawula dan Gusti-nya (mengenal diri pribadi dan

Tuhannya).
Jika dilihat secara fisik dan diurutkan dari arah utara,

bangunan keraton terdiri dari beberapa kompleks, diantaranya adalah :

Kompleks Alun-alun Lor, Kompleks Sasana Sumewa, Kompleks Siti Hinggil

Lor, Kompleks Kamandungan Lor, Kompleks Sri Manganti, Kompleks Kedhaton,

Kompleks Magangan, Kompleks Sri Manganti dan Kamandungan Kidul,

Kompleks Siti Hinggil Kidul dan Alun-alun Kidul.
Untuk kompleks

Kamandungan Lor hingga Kamandungan Kidul, wilayah ini dikelilingi

dinding pagar pertahanan dengan ukuran lebar sekitar lima ratus meter

dan panjang sekitar tujuh ratus meter. Tembok pagar keraton ini dikenal

dengan Baluwarti. Sedangkan kedua kompleks Siti Hinggil dan Alun-alun

tidak dikelilingi tembok pertahanan. perpusdajateng.id