DPAD Yogyakarta

Babad Giyanti

 Buku  23 July 2023 14:04 WIB  Hendrikus Franz Josef, M.Si  207

Oleh karena video di atas error, mohon klik tautan link di bawah ini:










Jika ingin membacanya, hentikan dahulu videonya, untuk meneruskannya klik play lagi. Untuk membacara direkomendsaikan mellaui yara PC/Laptop, atau minimal smarphone 6 inch ke atas dengan mode landscape/horizontal agar lebih leluasa membacanya. Video bergulir ke bawah agak cepat untuk menmguragi durasi panjnag video.

Perjanjian Giyanti atau Perjanjian Gijanti, adalah perjanjian yang ditandatangani pada 13 Februari 1755 di Giyanti (sekarang dikenal sebagai Giyanti, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah), antara dua kekuatan besar di Jawa pada masa itu, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Perjanjian ini menandai akhir Perang Suksesi Jawa IV, yang merupakan salah satu konflik berdarah dalam persaingan kekuasaan antara penguasa Mataram. Berikut adalah poin-poin utama dari Perjanjian Giyanti: Pembagian Wilayah: Perjanjian ini membagi wilayah Mataram menjadi dua kekuasaan otonom, yaitu Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Hamengkubuwono I. Pembagian ini dimaksudkan untuk mengakhiri perang saudara antara dua penguasa dan menciptakan kedamaian di wilayah Mataram. Batas Wilayah: Perjanjian Giyanti juga menetapkan batas-batas wilayah antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga kedua kekuatan tersebut memiliki wilayah teritorial yang jelas dan tidak saling tumpang tindih. Pengakuan Kesultanan Yogyakarta: Dalam perjanjian ini, Kesultanan Yogyakarta diakui sebagai entitas politik yang merdeka dan berdaulat. Hamengkubuwono I diberikan gelar Sultan Yogyakarta yang menjadi lambang kedaulatannya. Pengakuan Penguasa Jawa Tengah: Pakubuwono III diakui sebagai raja Jawa Tengah dan berhak atas gelar Sunan (penguasa Kasunanan Surakarta) yang memperkuat posisinya sebagai penguasa di wilayah tersebut. Aliansi: Meskipun ada pembagian wilayah, Perjanjian Giyanti menegaskan adanya aliansi antara Surakarta dan Yogyakarta melawan setiap ancaman luar. Perjanjian Giyanti memiliki dampak penting bagi sejarah politik Jawa. Pembagian wilayah yang diatur dalam perjanjian tersebut bertahan hingga saat ini, dengan Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta masih eksis sebagai dua kekuatan tradisional di Jawa Tengah hingga sekarang. Perjanjian ini juga mengakhiri salah satu periode paling konflik di Jawa dan memberikan dasar bagi kedamaian dan stabilitas di wilayah Mataram setelahnya